PENGEMBANGAN MODEL PEMBERIAN PENGHARGAAN DAN HUKUMAN BAGI ASN ANTAR GENERASI (STUDI FENOMENOLOGI GENERASI XYZ PADA BALAI BESAR POM DI SEMARANG)

Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki peran strategis dalam memastikan jalannya pemerintahan dan pelayanan publik yang optimal. Dalam menjaga kinerja yang optimal dan perilaku kerja yang baik, dibutuhkan penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia yang baik. Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh organisasi berupa penerapan model penghargaan dan hukuman. Penerapan model ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi kerja serta memastikan kepatuhan terhadap aturan dan standar yang telah ditetapkan. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Semarang (BBPOM di Semarang) sebagai salah satu instansi pemerintahan memiliki tantangan dalam penerapan model pemberian penghargaan dan hukuman bagi ASN antar generasi. Tantangan yang dihadapi antara lain persepsi ketidakadilan, kurangnya transparansi dalam mekanisme penilaian, serta kurangnya inovasi dalam bentuk penghargaan yang sesuai dengan karakteristik pegawai lintas generasi. Penelitian ini bertujuan mengkaji efektivitas penerapan sistem penghargaan dan hukuman bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Balai Besar POM Semarang dengan pendekatan teori Operant Conditioning oleh B.F. Skinner. Fokus utama penelitian untuk mengeksplorasi bagaimana model pemberian penghargaan dan hukuman yang telah dijalankan, faktor-faktor yang memengaruhi efektivitasnya, serta model yang ideal untuk diterapkan dalam konteks organisasi dengan pegawai ASN yang terdiri dari generasi XYZ. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, melibatkan observasi, analisis dokumen, serta wawancara mendalam terhadap 10 (sepuluh) orang ASN mencakup pemangku kepentingan, pelaksana kebijakan serta pegawai dengan mempertimbangkan keterwakilan variasi antar generasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model penghargaan dan hukuman yang diterapkan saat ini masih bersifat konvensional dan berbasis regulasi standar mengikuti peraturan perundangan yang berlaku, dengan keterbatasan dalam aspek inovasi dan adaptasi terhadap perbedaan karakteristik generasi. Keadilan dan transparansi dalam implementasi kebijakan menjadi faktor utama yang mempengaruhi efektivitas model. Selain itu, komunikasi yang kurang optimal menghambat pemahaman pegawai terhadap mekanisme penghargaan dan hukuman, sehingga menimbulkan persepsi ketidakadilan. Model ideal yang diusulkan dalam penelitian ini mencakup peningkatan keterlibatan pegawai dalam penyusunan kebijakan, kepemimpinan yang tegas, penerapan penghargaan berbasis pengembangan karir, serta strategi komunikasi yang lebih efektif dan inklusif. Implikasi dari penelitian ini menyoroti perlunya pengembangan model penghargaan dan hukuman yang lebih inovatif, fleksibel dan adaptif terhadap karakteristik lintas generasi.