MANUHUTU, Yerimias and SUGIYANTO, Fransiscus Xaverius and FIRMANSYAH, Firmansyah,(18 September 2024), INTERAKSI WILAYAH DAN KONVERGENSI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA DI PROVINSI MALUKU, TAHUN 2012 – 2019 (PENDEKATAN SPASIAL). , UNSPECIFIED, UNSPECIFIED
Text (Cover)
- Published Version
Download (75kB)
Download (75kB)
Text (Abstak (inggris))
- Published Version
Download (67kB)
Download (67kB)
Text (Abstak (indonesia))
- Published Version
Download (153kB)
Download (153kB)
Text (Daftar Isi)
- Published Version
Download (91kB)
Download (91kB)
Text (Daftar Pustaka)
- Published Version
Download (5MB)
Download (5MB)
Text (Fulltext PDF Bookmark)
Restricted to Repository staff only
Download (995MB) | Request a copy
Restricted to Repository staff only
Download (995MB) | Request a copy
Abstract
Efek ketergantungan spasial (spatial dependence) dapat diartikan jika satu daerah menerima limpahan spasial yang bermanfaat melalui perkembangan perekonomian daerah di sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki fenomena konvergensi di Provinsi Maluku selama tahun 2012-2019 dengan mempertimbangkan efek ketergantungan spasial. Pentingnya melibatkan efek ketergantungan spasial dikarenakan karakteristik geografis wilayah ini umumnya berbatasan lautan. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dengan rentang tahun penelitian tahun 2012-2019. Alat analisis dalam penelitian ini menggunakan software Stata 17. Mengingat penelitian ini menggunakan pendekatan spasial maka pembentukan matriks bobot spasial sangat penting karena akan digunakan dalam analisis selanjutnya tentang spasial. Untuk menjawab tujuan penelitian maka metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Moran’s I dengan pendekatan Global dan Local serta model spasial ekonometrika pendekatan Spatial Durbin Model (SDM).
Hasil analisis diperoleh bentuk bobot spasial dengan matriks 11x11 yang merupakan dimensi jumlah daerah kabupaten/kota di Provinsi Maluku dalam konektivitas biaya transportasi. Selanjutnya matriks bobot spasial tersebut terapkan dalam Indeks Moran’s I untuk memperoleh nilai Moran’s statistik. Hasil Moran’s I memperlihatkan bahwa terdapat keterkaitan antar kabupaten/kota yang semakin menguat dengan nilai Moran’s yang positif dan meningkat. Rentang waktu periode pengamatan dari tahun 2012 - 2019 dengan menggunakan nilai p-value (probabilitas) sebesar 0,05. Dalam periode tahun 2012 - 2014 diperoleh indeks Moran’s I berturut-turut sebesar 0,015; 0,055; 0,106 dengan nilai p-value lebih besar dari 0,05 berarti bahwa keterkaitan spasial tidak cukup kuat antar kabupaten/kota di Provinsi Maluku. Sedangkan pada periode tahun 2015 - 2019 diperoleh indeks Moran’s I berturut-turut sebesar 0,147; 0,175; 0,181; 0,205; 0,388 dengan nilai p-value lebih kecil dari 0,05 berarti bahwa terdapat keterkaitan spasial daerah kabupaten/kota, mengindikasikan bahwa daerah kabupaten/kota dengan nilai produk domestik regional bruto perkapita yang tinggi cenderung saling berdekatan, demikian juga sebaliknya terjadi kecenderungan yang mirip pada daerah kabupaten/kota dengan nilai produk domestik regional bruto perkapita yang rendah. Uji menggunakan Moran’s scatterplot untuk mengetahui apakah terdapat keterkaitan spasial antar unit pengamatan (kabupaten/kota). Moran’s scatterplot merupakan ukuran lokal untuk melihat ada atau tidaknya keterkaitan spasial antar kabupaten/kota di Provinsi Maluku. Moran’s scatterplot tahun 2012 dimana Kabupaten Maluku Barat Daya berada pada kuadran II dan Kabupaten Seram Bagian Timur berada pada kuadran IV. Selanjutnya, peta Provinsi Maluku berdasarkan Moran’s scatterplot tahun 2019 pada Gambar 4.20 menunjukkan Kabupaten Maluku Barat Daya berpindah ke kuadran I dan Kabupaten Seram Bagian Timur ke kuadran III.
Untuk menjawab tujuan penelitian kedua mengenai ketergantungan spasial satu kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Maluku. Selanjutnya melakukan analisis efek ketergantungan spasial terhadap produk domestik regional bruto perkapita di Provinsi Maluku. Hasil estimasi efek ketergantungan spasial antara satu kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya. Ada empat variabel yang berpengaruh positif terhadap produk domestik regional bruto perkapita daerah sendiri yakni pengeluaran fungsi pendidikan, pengeluaran fungsi kesehatan, tenaga kerja dan transportasi laut. Pengaruh dengan arah positif mengindikasikan jika pengeluaran fungsi pendidikan, pengeluaran fungsi kesehatan, tenaga kerja dan transportasi meningkat maka produk domestik regional bruto perkapita juga akan mengalami peningkatan.
Hasil estimasi diperoleh nilai koefisien efek spillovers spasial produk domestik bruto perkapita sebesar 0,5574 yang berarti bahwa keterkaitan produk domestik regional bruto perkapita berkontribusi terhadap produk domestik regional bruto perkapita daerah bertetanggaan sebesar 0,5574. Dapat dikatakan bahwa jika terjadi peningkatan produk domestik regional bruto perkapita di suatu kabupaten/kota sebesar 1 persen maka akan mendorong terjadinya peningkatan produk domestik regional bruto perkapita di kabupaten/kota lain sebesar 0,5574 persen. Hasil empiris ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rey dan Montouri. (1999), Breandan dan Lesli (2005), Reis (2014) menemukan dampak positif dari pendapatan perkapita di satu wilayah terhadap wilayah lain yang berdekatan secara spasial.
Untuk menjawab tujuan penelitian ketiga maka dalam penelitian ini menggunakan kerangka model konvergensi kondisional untuk menganalisis konvergensi pertumbuhan produk domestik regional bruto perkapita kabupaten/kota di Provinsi Maluku. Menggunakan pendekatan spatial durbin model (SDM) dengan efek tetap (fixed effect). Koefisien konvergensi (〖PDRBkap〗_(it-T)) menunjukkan nilai negatif, dimana hasil yang diperoleh mengindikasikan ada kesesuaian dengan teori konvergensi yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara pendapatan awal dengan pertumbuhan pendapatan. Kondisi ini berarti bahwa daerah kabupaten/kota dengan tingkat pendapatan awal yang rendah akan tumbuh lebih cepat dibandingkan kabupaten/kota dengan pendapatan awal yang lebih tinggi. Pada tahun 2019 ada 3 kabupaten/kota di kuadran I yang pertumbuhan ekonomi daerahnya berada di atas rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku yakni Kabupaten Maluku Tenggara, Kabupaten Kepulauan Aru dan Kabupaten Maluku Barat Daya.
Koefisien pendapatan awal (b) menunjukkan kecepatan output suatu perekonomian dapat mencapai kondisi steady state. Tabel 4.4 memperlihatkan nilai koefisien b adalah sebesar -0,2054, artinya bahwa 20,54 persen dari kesenjangan awal akan ditutupi dalam satu tahun dengan kecepatan konvergensi (speed convergence) adalah 0,0287. Sementara waktu yang dibutuhkan untuk menutup setengah dari kesenjangan awal (The half-life of convergence) adalah sekitar 24 tahun. Kecepatan konvergensi kabupaten/kota di Provinsi Maluku terjadi tidak hanya ditentukan oleh lag produk domestik regional bruto perkapita atau produk domestik regional bruto perkapita tahun sebelumnya tetapi kecepatan konvergensi ini ditentukan juga oleh pengeluaran fungsi pendidikan, pengeluaran fungsi kesehatan, tenaga kerja, infrastruktur jalan, tranportasi laut dan juga aksesibilitas telekomunikasi.
Peran sentral produktivitas modal manusia melalui pendidikan dan kesehatan dapat berkontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Peningkatan pengeluaran pemerintah menurut fungsi pendidikan dan fungsi kesehatan berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Hal ini karena pengeluaran pemerintah menurut fungsi pendidikan tidak terfokus pada kementerian atau lembaga pendidikan terkhususnya namun fungsi ini mencakup seluruh kementerian atau lembaga lainnya yang berupaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya.
Transportasi laut berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perekonomian daerah. Kondisi ini menjadikan sarana dan prasarana transportasi laut perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar sebagai salah satu perekat utama terwujudnya konektivitas wilayah. Wilayah di Maluku sudah dilayani kapal pelni, kapal swasta, kapal perintis dan lokal yang beroperasi pada trayek pendek maupun panjang. Kendala umum yang dihadapi adalah faktor alam, kondisi gelombang laut di wilayah perairan Maluku cenderung bervariatif bahkan ekstrim sehingga kapal dengan ukuran kecil tidak dapat berlayar. Hal tersebut dapat diatasi denga pengoperasian kapal-kapal dengan ukuran yang besar (umumnya kapal pelni) namun untuk beberapa wilayah di Maluku belum bisa terlayani karena ukuran pelabuhan atau dermaga yang kecil atau bahkan tidak ada pelabuhan. Program pemerintah untuk menjangkau lebih banyak wilayah melalui jalur transportasi laut yakni pembangunan pelabuhan penyeberangan yakni 4 pelabuhan penyeberangan antara lain : Kabupaten Maluku Tenggara tahun 2019, Kabupaten Maluku Barat Daya, Pulau Moa (2019); Pulau Letti (2020) dan Pulau Sermata (2023). Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi diharapkan dapat mendorong pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih baik
Keywords : | Spatial dependence, spatial convergence, Moran's I, and spatial durbin model (SDM), Ketergantungan spasial, konvergensi spasial, Moran’s I, dan spatial durbin model (SDM) |
---|---|
Journal or Publication Title: | UNSPECIFIED |
Volume: | UNSPECIFIED |
Number: | UNSPECIFIED |
Item Type: | Thesis (PhD) |
Subjects: | Ekonomi Pembangunan |
Depositing User: | YERIMIAS YERIMIAS MANUHUTU |
Date Deposited: | 04 Oct 2024 04:28 |
Last Modified: | 04 Oct 2024 04:28 |
URI: | https://repofeb.undip.ac.id/id/eprint/15271 |